Pages

Selasa, 18 Oktober 2011

WAYANG RAMAYANA


Prabu Dasamuka merasa cemas dengan rencana Prabu Rama, yang akan menyeberang ke Astina, dengan membuat jalan di laut, dengan cara menambak laut. Sehingga jalan yang akan dibuat Prabu Rama akan terpisah dari laut.

Tetapi Prabu Dasamuka memperkirakan usaha itu tidak mungkin jadi, berapa batu yang akan dimasukkan dalam laut, dan berapa tenanganya, tidak akan cukup. Seratus tahun lagi batu akan jadi.Namun ketika mendengar kesaksian mata mata Kerajan Alengka, Detya Kala Marica mengaabarkan, bahwa dengan keberadaan Wibisana di Pancawati, akan mempercepat pembuatan jalan itu. Mendengar itu, Prabu Dasamuka memerintahkan Detya Kala Yuyu Rumpung.,untuk membawa seluruh pasukan raksasa kepiting yang ada di Samodera Hindia, untuk menghancurkan jembatan buatan kunyuk Wibisana.Detya Kala Yuyu Rumpung, siap melaksanakan perintah Prabu Dasamuka. Ia akan mengerahkan seliruh yuyu rumpung di Samodera Hindia, untuk menghancurkan jembatan Prabu Rama. Berangkatlah Detya Kala Yuyu Rumpung keSamodera Hindia.Tentu saja Detya Kala Marica ikut pergi ke Samodera Hindia, mengawasi jalannyaekskusi pasukan Prabi Dasamuka pada jembatan Prabu Rama.Sementara itu di Pancawati, Prabu Rama sedang berembug dengan Narpati Sugriwa, Laksmana, Anoman, Anggada, Anila dan para punggawa yang lain. Prabu Rama merencanakan pembuatan tanggul di Samudera Hindia, dari Pancawati sampai tanah Alengka, untuk membawa pasukan Pancawati sebanyak-banyaknya.

Mereka sudah membendung samudera Hindia hingga ke tanah Alengka. Namun belum sampai ke Alengka tanggul itu selalu jebol dan hancur. Pasukan Prabu Rama menjadi putus asa. Belum tahu langkah apa yang harus dilakukan, Tidak lama kemudian Prabu Rama kedatangan tamu dari Alengka, yaitu Wibisana.Prabu Rama merasa senang dengan kehadiran Wibisaba, yang mau bergabung dengan Prabu Rama. Prabu Rama bersedia memberikan fasilitas Kerajaan Pancaawati.Wibisana sehari harian diperbolehkab menggu nakan apa yang ada di Pancawati. Wibisaana mendapatkan tenda tersendiri, yang letaknya bersebelahan dengan tenda Prabu Rama dan Laksmana.

Wibisana bersedia membantu pembuatan jembatan dari Pantai Pancawati sampai ke negeri Alengka. Dalam waktu sekejab Wibisana menciptakan jembatan yang kokoh dan kuat. Anoman mencoba jembatan yang baru diciptakan Wibisana.

Belum beberapa lama jembatan itu dicoba oleh Anoman, jembatan itu ambrol dan hancur. Jembatan ciptaan Wibisana menjadi runtuh. Disaat seperti ini Wibisana bagai teruji kesetiaannya pada Prabu Rama. Beberapa tokoh senapati meminta agar Wibisana diusir saja dari Pancawati, karena bisa saja niat Wibisana mau menghancurkan Pancawati dari dalam. Wibisana tak bisa berbuat apa apa. Pikirannya melayang kembali kekakaknya, Prabu Dasamuka,Wibisana berpikiran lebih baik tinggal di Alengka, daripada setelah meninggalkan tanah kelahirannya, ternyata sesanpai di tempat Prabu Rama yang asing baginya, dianggap mata mata musuh. Dalam hatinya menangis, teringat pula kakaknya, Kumbakarna yang sempat mau mengikuti kepergiannya. Wibisana terdesak pikiran pikir an yang mestinya tidak perlu, ketika Prabu Rama menyatakan bahwa Prabu Rama perca ya pada Wibisana.

Prabu Rama percaya pada Wibisana, karena Wibisaba pabti mengetahui seluk beluk pertahanan Alengkadiraja,

Persoalan tersebut oleh Prabu Rama diserahkan pada Wibisana. Menurut perkiraan Wibisana, keruntuhan-keruntuhan yang terjadi pada jembatan tersebut, akibat ulah pasukan Prabu Dasamuka. Wibisaana meminta Prabu Rama untuk mengerahkan seluruh kera kera Yuyu Kingkin, yang berada di hutan Pancawati,ke Jembatan Situbanda yang telah diibuat Perajurit Pancawati. Kapi Yuyu Kingkin siap akan mengerahkan ribuan kera yuyu kingkin di hutan Pancawati mengusir pengganggu dari Alengka. Kapi Yuyu Kingkin adalah satu satu satu nya jenis kera, yang mempunya capit yuyu yang kuat, sanggup menyelam berjan jam di dalam Samodera.

Pasukan Pancawati pun bertindak. Anoman sebagai Komando Pasukan Pancawati, mengawal pasukan Kapi Yuyu Kingkin. Dengan petunjuk Wibisana tersebut, pasukan Kapi Yuyu Kingkin berhasil mengalahkan bala Alengka, Pasukan Yuyu Rumpung sebagian tewas dan yang masih hidup menyelamatkan diri.

Sesudah tidak ada gangguan dari pasukan Alengka, Pasukan Pancawati dan Wibisana, melanjutkan pembuatan jembatan Situbnda, dengan bahu membahu dalam membuat jem batan ke Alengka, maka jadilah tanggul itu dan akhirnya pasukan kera yang jumlahnya ribuan itu bisa diberangkatkan ke Alengka Diraja. Mereka termasuk para kera ciptaan Dewa, seperti Cucak Rawun, Endrajanu, Bak\liwinata, Baliwisata, Indrajanu, serta lainnya berbaris rapi, bagaikan tentara yang perkasa, siap ke medan laga, menjemput maut, demi membela kebenaran. Jembatan ini dikenal dengan Jembatan Situbondo. Dan konon jembatan yang menghubungkan India dengan Srilangka, masih ada, yang menyerupai pulau pulau kecil di ujung Srilangka.***

Senin, 17 Oktober 2011

CERITA RAMA TAMBAK

Aduuuuh, ngehek bener nih", umpat Bung Rama sembari garuk-garuk kepala.

Apa pasal? Perjalanan balantentara kera Bung Rama terpaksa mandeg di pantai pariwisata Mahendra. Di depan matanya terbentang lautan maha luas. Maka, untuk bisa merebut kembali Dewi Sinta, Bung Rama beserta balatentaranya harus menyeberangi lautan, demikian penjelasan Travelbiro Mahendra, yang sahamnya dimiliki kluwarga Alengka. Waah.....wah....., mana tahaan....

Apalagi, karena laju armada perang Bung Rama terhenti, serdadu-serdadu kera itu lantas memanfaatkan peluang baek buwat menyerbu Supermarket, meludeskan pisang, selai pisang, kolak pisang atow pisang goreng. Maklum lah, semenjak nilai mata uang Dolar terus meroket, anggota-anggota laskar pasukan Bung Rama pada sibuk menimbun pisang. Dan situasi ini tentu membahayakan kubu Prodem (Pro ngeDepak Majikan). Alih-alih berniat menyerbu Alengka, tujuan pun terhenti mengisi perut duluan.

"Gimana bung, apa kita perlu nelepon Ankel Sem, minta pinjaman Armada VII?", tanya Bung Rama kepada komandan kera, Bung Sugriwa.

"Wah, sebaeknya zangan bung", saran Bung Sugriwa. "Lebih baek kita berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) saza lah".

"Wah nada-nadanya kok kayak Orla saza nih. Ogah, ah", Bung Rama langsung membantah.

Lantas kedua Bung itu terlibat dalam perdebatan sengit, mencoba merumuskan kembali cara-cara mana yang mirip Orla dan cara-cara mana yang tulen Orba. Hampir saja, Bung Sugriwa mogok. Tentu saja, situasi menjadi kisruh. Itu lah pasalnya, sebelon menyerang Alengka, tak pernah diselenggarakan dialog nasional.

Dalam keadaan panas itu, untung lah Bung Wibisana ikut urun rembug. "Bung Rama", ujarnya lemah lembut.

"Saya barusan membaca internet. Ankel Sem sedang berada dalam kesulitan. Dia harus membuktikan diri, bahwa dia tidak pernah melakukan perlecehan sensuwal. Nah, kalow sekarang kita meminjam kapal Armada VII, Ankel Sem bisa tambah kewalahan. Dia harus menjelaskan, knapa dia meminjamkan kapal-kapalnya kepada kita. Alasan untuk merebut Dewi Sinta ada lah alasan yang justru bisa membikin dia tambah repot. Nanti DPR Amerika Sarekat malah menyudutkan Ankel Sem. Bisa-bisa dia dituduh telah melakukan perlecetan sensuwal dengan Dewi Sinta. Kalow tidak, knapa dia punya interes begitu besar, mau nimbrung merebut kembali Dewi Sinta?".

Bung Rama terdiam.

Sebaliknya, Bung Sugriwa tampak mengurai senyum, seolah mendapat bantuan. Bung Sugriwa sih sesungguhnya bukan Orla, tapi dia itu pejuang 45 -- dus mbahnya Orla.

Peranan Bung Wibisana ini, sebetulnya agak aneh. Sebelon bergabung dengan Bung Rama dan Bung Sugriwa, dia itu ada lah anggota dewan pakarnya intelektualnya Alengka. Tearkhir-akhir ini, dia kerap mbalelo, kerap menentang kebijaksanaan Presiden Rahwana.

Dia pula lah yang paling keras menentang penyerobotan Dewi Sinta. Memonopoli gadis-gadis gembrot di jagatraya -- apalagi dengan biaya pemerintah, kata Bung Wibisana, sangat membahayakan kehidupan bernegara.

Memang, dalam soal ukuran tubuh, Presiden Rahwana, pengennya memonopoli cewek tergembrot.

"Bawa rejeki", kilahnya.

Alhasil, Presiden Rahwana pun lantas menyerobot cewek impiannya via jurus Serangan Umum Enam Jam -- serba ekstra cepat dan kilat. Cuma, keliru. Sebab, Dewi Sinta itu ternyata mantan supermodel kerajaan Mantili, yang lekuk tubuhnya bak lika-liku kehidupan. Serba ruwet, misterius dan memancing razia. Kalow dikunyah, bak kuaci cap Gajah. Jadinya, terus menerus kebelet memamah.

"Sekali-kali keliru, nggak apa-apa", katanya dalam hati.

Dan memang. Jangankan sekali-kali, sering keliru pun juga boleh. Wong, falsafah hidup warga Alengkadirja itu mikul dhuwur mendhem jero kok. Kalow tidak menganut falsafah ini, yaaa dipukul donk.

Perbuatan asal maen serobot ini lah, yang kurang berkenan di hati Bung Wibisana. Karena terlalu vokal dia punya bacot, dia lantas didepak sama Presiden Rahwana.

Lengser dari sana, dia langsung bergabung dengan Bung Rama dan Bung Sugriwa. Anak-buahnya desersi, lantas mengekor dia. Bung Wibisana itu SDMnya luar biasa. Dia pun dilengkapi peralatan canggih, umpamanya laptop model mutakhir. Dengan peralatan canggih ini lah, dia sanggup membaca situasi marcapada secara cepat, dan mengambil kesimpulan serba tepat.

"Lha kalow nggak pinjam kapal-kapalnya Ankel Sem, bagaimana kita bisa menyeberang-kan pasukan-pasukan kita ke Alengka?", Bung Rama bertanya. "Buwat melintasi samu-dera tentunya perlu menggunakan motor boat. Pada hal prajurit kera yang hendak disebe-rangkan, paling sedikit sejuta jumblahnya, maka diperlukan kurang lebih sejuta motor boat. Bagaimana pendapat Bung Sugriwa?".

"Bikin motor boat itu bukan pekerjaan enteng, Bung", jawab Bung Sugriwa. "Soalnya, bahan untuk itu pun agak repot. Kita musti ada menebangi hutan. Sejak musibah kebakaran, kita nggak punya cadangan kayu yang cukup. Lagian, sejak kolor nilai Rupiah terus melorot, mana tahaaaan kita punya devisa buwat membeli mesin? Apa mau nunggu sampe diberlakukannya CBS? ".

"Wah gimana bung ini. Nggak ada modal, eee pengen berdikari", gerutu Bung Rama.

"Nanti dulu Buoooong......, zuaangan kuatir", kata Bung Wibisana. "Beberapa hari lalu, saya mbukak hompeznya Kompas. Di situ saya membaca satu usul jeniusnya Bung Joop Ave. Dia mengusulkan, sebaeknya kita membikin tambak sazaaaa".

"Bung ini gila apa?!!", Bung Rama tersentak kaget. "Membuat tambak dari sini ke Alengka? Ini kan mega proyek yang bakal menguras dana kita. Ini kan ditolak sama IMF?".

"Wah, itu enteng", ujar bung Wibisana. "Saya sudah membuat proporsalnya. Dananya pun sangat murah. Bung Anoman, Bung Anila dan Bung Anggada itu insinyur-insinyur lulusan Blanda. Lagian, kita nggak perlu minta bantuan asing. Dan ini tentu menguntungkan kita, sebab dengan demikian Presiden Rahwana tidak lagi bisa ngoceh, bahwa kita dinafkahin oleh sponsor asing".

Bung Rama lantas mempelajari proporsal Bung Wibisana. Dan memang, murahnya luar biasa. Pasukan kera nggak usah dibayar.

Mereka bekerja sukarela. Cari makan pun sendiri pula. Maklum, setelah hutan habis kebakar, mereka pada menyerbu toko, warung, mall atow supermarket. Dan memboyong segala jenis pisang.

Saat itu, tekad mereka sudah bulat. Maklum, mereka sudah sewot, pengen hengkang saza dari hutan-hutan tempat mereka berdomisil, dan langsung menyerbu istana Alengka. Di sana, menurut sas-sus, tertimbun gudangan pisang. Sementara ini, di pantai Mahendra, banyak berjubel turis-turis asing, yang suka membagi-bagi pangan kesukaan balatentara Bung Rama. Lantas perlu apa lagi?

Membaca proporsal Bung Wibisana yang meyakinkan itu, akhirnya Bung Rama pun menyetujuinya. Maka, dibuat lah tambak. Berbagai halangan mereka temui. Badai laut harus mereka hadapi. Setelah itu, LSM-LSM domestik dan sabrangan pada protes lantaran pengerukan batu-batu dan tanah yang dituding telah merusak lingkungan.

Setelah itu, ABRInya Alengka berusaha menggagalkan laju pasukan kera. Taktiknya jelas: Polisi di depan, Tentara di blakang -- agar gampang ngacrit kalow ada apa-apa.

Setelah rintangan ini diterobos, balatentara kera harus bertanding melawan Paswalpres Alengkadirja, yang kesohor sangat tangkas dalam ilmu perang. Namun, pasukan-pasukan Rahwana yang gagah perkasa itu tumbang satu persatu. Mana mereka tahan, wong pasukan kera itu perangnya nggak pake taktik dan aturan. Para komandannya pun, mana pernah ke Breda, Bundeswehr di Hamburg atow Westpoint. Paling top sempat ikut maen sirkus beberapa kali. Pokoknya, nyerbunya asal maen kroyok saza -- persis maen futbolnya Amerika Sarekat.

Seorang serdadu Alengkadirja, dikeroyok puluhan, bahkan ribuan kera. Ada yang matanya dicongkeli, ada yang giginya diprotoli, ada yang telinganya digrogoti, ada yang lubang hidungnya dikoreki, ada yang kumisnya dicabuti, ada yang tubuhnya dicakari, ada yang pisangnya dipatuki. Bahkan, ada yang dijilati -- diperlakukan seolah selai pisang. Pokoknya, mengerikan sekali deh. Yang pernah mendengar kisah Rama Tambak, bulu kuduknya pasti berdiri -- terkecuwali Joop Ave yang fansnya selai pisang, tentunya.

Setelah pasukan dan para panglima perang Alengkadirja ludes, mau tak mau, Presiden Rahwana harus turun ke medan danalaga.

"Saya gebug kaliyan!!", hardiknya bak guntur di siang bolong. "Kaliyan tak konstitusi-yonal!"

Balatentara kera itu terbloon-bloon, terkesirap oleh getaran hardikan Presiden Alengka. Dia ini kesohor super sakti. Dia memiliki ajian Rawarontek dan Pancasona, yang membuat dia kagak bisa KO. Begitu tubuhnya gelosotan menyentuh tanah, eeee, berkat aji Rawaron-tek, dia hidup kembali -- apalagi kalow lahan-nya bertendensiuskan bisnis. Begitu tubuhnya mbrodol dan tersapu silirnya angin dan gemerisik getaran irama Aku Cinta Rupiah, eeee, berkat aji Pancasona, dia bangkit kembali. Bolak-balik begitu terus: Keliatannya mau cabut dari takhanya, eee, malah orang-orang yang dekat dan yang dikasihinya dut duluan; lagaknya kayak orang lengser, eeee, malah lawan-lawannya yang longsor.

Kubu Aliansi Rama-Sugriwa-Wibisana tentu kewalahan. Tadinya, mereka kecewa. Kok kebenaran nggak pernah menang. Karena sudah empet, maka mereka maen mata gelap plus jurus-jurus non-Timur. Presiden Rahwana tak dilayani dengan ilmu-ilmu perang. Soalnya, Presiden Rahwana, Jenderal berbintang lima itu, memang pendekarnya perang.

Akhirnya, taktik dirubah. Dalilnya: Kebenaran ditambah maen kayu di sana sini merupakan cara yang memungkinkan untuk bisa mengalahkan rezim sakti. Jurus Prodem disenyawakan dengan jurus prokem, asal pro kemenangan. Presiden Rahwana lantas didemo. Dicaci maki. Diejek. Kepalanya dikemplangi. Pokoknya, harga dirinya melorot bak Rupiah. Alhasil, jantungnya mogok, tak kuat menahan malu.

"Lho, kaliyan perangnya kok tidak ksatria?", keluhnya sebelon lengser.

Sebelon teler, tubuhnya cepat-cepat dicemplungkan ke lubang kakus. "Seif is seif", ujar Bung Rama. Yaaa, agar tubuh Presiden Rahwana tak menyentuh tanah dan tak tersepoi-sepoi silirnya irama lagu Aku Cinta Rupiah. Tak telak, dia lalu lengser keprabon, madeg bangkai.

Dewi Sinta akhirnya pun kembali kepangkuan Bung Rama. Perjuangan merebut Dewi Sinta, memang tidak gampang.

Alih-alih menamsilkan Dewi Sinta sebagai Dollar AS seperti Joop Ave, kubu Prodem alias pro ngeDepak Majikan menyulap Dewi Sinta menjadi Sitaan Nepotismenya isTAna.

"Aaaagh, kalow nggak ada Bung Joop, mana mungkin perjuangan berhasil", ujar Bung Rama sambil mengecupi Dewi Sinta -- mirip Joop mengecuti selai pisang.

Asyiiiiiiiknya......................... [TAMAT]
Kembali ke Daftar Isi
1

Selasa, 11 Oktober 2011

CARA BELAJAR YANG BAIK

Wahh.. kalo udah ngomongin belajar ini nih, ada sebagian yang tertarik.. sebagian masa bodo aja. kalo saya pribadi sih, saya ambil yang menurut saya bisa untuk langsung dipraktekkan saja, daripada semua diambil, tapi cuman buat wacana ajah. Langsung aja yah, berikut ini beberapa tips belajar. semoga bermanfaat!:mrgreen:

Kapan waktu belajar yang efektif? pagi, siang, sore atau malam?

Waktu belajar yang baik adalah sesuai sikon dan toleransi.

Tiap orang pasti punya cara yang berbeda-beda buat belajar. Ada yang sukanya cuma belajar kalau di sekolah saja, ada juga yang di sekolah atau di kampus nggak perhatikan guru atau dosen mengajar, jadi ya terpaksa pas di rumah belajar mati-matian.

Situasi dan kondisi lingkungan sekitar kita juga turut menentukan waktu belajar yang tepat. Kalau rumah kita dekat dengan pabrik yang berisik di siang hari ya berarti yang bagus belajarnya ya malem-malem pas lagi sepi, tapi kalau rumah dekat tempat hiburan malam ya terpaksa belajar pagi atau sore di luar jam sekolah atau kuliah.


Yang paling bagus belajar itu menyesuaikan dengan mood dan toleransi tubuh kita. Kalau kita jam 8 malam udah terasa mengantuk berat ya sebaiknya belajar sore atau selepas maghrib. Kalau mood lagi nggak asyik ya sebaiknya jangan memaksakan untuk belajar karena belajarnya bisa sia-sia. Tapi jangan jadikan mood yang jelek sebagai alasan buat tidak blajar.

Belajar juga nggak harus di rumah sendirian tetapi bisa ikut bimbingan belajar alias bimbel atau belajar kelompok sama teman-teman yang belajarnya getol dan serius abis. Hindari belajar bersama teman yang cuma becanda saja kerjaannya karena belajar jadi percuma. Belajar juga harus dibatasi waktunya, karena kita juga butuh hiburan. Usahakan istirahat belajar setelah satu atau dua jam untuk sekedar cari angin, makan cemilan, main gitar, nonton film kartun, ngobrol dengan teman atau keluarga, dsb.

Jadi waktu belajar memang tidak bisa ditentukan sama untuk semua orang karena banyak sekali faktor yang menentukan. Tetapi pada intinya jangan memporsir balajar sambil begadang karena hasilnya tidak akan maksimal dan cenderung memperlema